Biografi Isoroku Yamamoto(1884-1943)

Dari sekian ribu perwira-perwira pada saat perang dunia 2,ada beberapa yang sangat memengaruhi dunia dengan keberadaannya salah satunya adalah Admiral Isoroku Yamamoto atau lebih dikenal dengan Jendral Yamamoto.
Kali ini saya akan menceritakan sedikit biografi dari Jendral Yamamoto.
Admiral Isoroku Yamamoto, atau sering dipanggil Jenderal Yamamoto, adalah salah satu tokoh dalam invasi Jepang atas Asia, Khususnya Asia Tenggara. Lahir pada 14 April 1884 dengan nama Isiroku Takano di sebuah daerah di Nagaoka, Nigata, Jepang. Ayahnya, Takano Sadayoshi adalah seorang samurai golongan rendah di Nagaoka. Pada 1916, Isoroku Takano diadopsi oleh keluarga Yamamoto hingga kemudian menyandang nama keluarga Yamamoto. Nama Yamamoto sendiri di Jepang merupakan nama yang dihormati dan tua dalam sejarah Jepang. Isoroku Yamamoto menikah pada usia 34 tahun dengan seorang perempuan bernama Reiko, yang berasal dari keluarga Watkamatsu. Mereka dikaruniai empat orang anak, dua laki-laki, dan dua perempuan.

Karier militer Isoroku Yamamoto dimulai dari lulusnya di Akademi Angkatan Laut pada 1904. Pada 1905 Yamamoto mendapat pengalaman perang pertamanya dengan ikut bertempur di bawah komando Laksamana Togo melawan armada Rusia. Pertempuran tersebut terjadi di Selat Tsushima pada Mei 1905. Dalam pertempuran ini, Yamamoto terluka dan kehilangan dua jari tangan kirinya. Akibat luka ini, hampir saja dikeluarkan dari kedinasan aktif Angkatan Laut.

Yamamoto tetap bertugas di Angkatan Laut dan berhasil menyelesaikan studinya di Sekolah Torpedo, Sekolah Meriam, dan Sekolah Staf Angkatan Laut. Pada 1919 hingga 1921, Yamamoto dikirim untuk menimba ilmu di Harvard University, Amerika Serikat, mengambil jurusan Bahasa Inggris. Pengalaman selama sekolah di Amerika tersebut banyak memberinya pemahaman tentang Amerika dan budayanya.

Yamamoto banyak berkeliling ke negara Eropa sebelum kemudian ditugaskan menjadi Atase Angkatan Laut di Washington DC pada 1925-1928. Yamamoto kemudian ditarik ke Jepang dan diangkat menjadi komandan kapal induk Akagi. Ia menyandang posisi sebagai Komandan Akagi hingga 1929. Kapal Akagi mengalami kerusakan hebat dalam pertempuran di Midway pada 1945 saat berada di bawah Komandan Taijiro Aoki. Kapal tersebut kemudian ditenggelamkan supaya tidak jatuh ke tangan musuh. Selepas mengomandani Akagi, Yamamoto memimpin Departemen Teknologi Angkatan Laut Jepang, lalu diangkat sebagai Komandan Divisi I Udara Angkatan Laut.
Dalam sebuah konferensi Angkatan Laut di London, Yamamoto menjadi pemimpin delegasi Jepang. Pada 1922 Yamamoto menolak dengan keras Washington Naval Treaty karena isinya dianggap merugikan Jepang.

Selepas menjadi pemimpin delegasi Jepang, Laksamana Yamamoto kemudian naik jabatan menduduki posisi sebagi Panglima Armada Gabungan. Saat itu situasi politik antara Jepang dan Amerika serta sekutu-sekutunya telah memanas. Dengan pemikiran moderat dan rasionalnya, Yamamoto menyiapkan beberapa skenario dalam persiapan menuju perang yang semakin tidak terhindarkan.

Penyerangan Pearl Harbour pertama kali dimulai pada 1931 ketika Jepang menyerbu Manchuria, salah satu provinsi di Cina. Saat itu Jepang tengah melakukan langkah awal ekspansi imperialnya, yang disusul dengan dimulainya perang skala penuh terhadap Cina pada 1937.

Hubungan Jepang dan Amerika yang sedang memanas, dimanfaatkan Amerika dengan meningkatkan bantuan militer dan keuangan kepada Cina. Amerika juga mengembargo pengiriman minyak dan bahan mentah lainnya ke Jepang. Embargo yang dilakukan Amerika ini dilihat oleh Jepang sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasional mereka.

Jepang memutuskan bahwa-satu-satunya cara untuk mengalahkan Amerika Serikat adalah dengan melakukan serangan pendahuluan dengan menghancurkan armada pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbour, Kepulauan Hawaii. Yamamoto sebagai Panglima Gabungan Kapal Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, meyakini kemungkinan Jepang menang melawan Amerika sangatlah kecil. Terkecuali, Jepang melancarkan serangan pertama yang mematikan.

Yamamoto mengembangkan strategi perang yang sangat berani dengan mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua opersi besar. Potensi Angkatan Laut Jepang saat itu mencangkup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam, dan 2.274 pesawat tempur.

Kekuatan pertama Jepang terdiri atas 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak, dan lebih dari 1.400 pesawat tempur. Sementara itu, kekuatan kedua Jepang merupakan sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki untuk mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara sebanyak 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari.

Pada 21 November 1941, Yamamoto menerima persetujuan akhir tentang rencana serangan. Empat hari kemudian, Yamamoto meminta Laksamana Madya Chuichi Nagumo untuk memimpin kekuatan di lapangan. Kapal-kapal berkumpul di Teluk Hitokappu dan mulai bergerak meninggalkan pantai pada 26 November pukul 06.00 pagi menuju Kepulauan Hawaii.

Mereka berlayar melewati Lautan Pasifik Utara yang sepi dan menghindari lalu lintas kapal dagang. Para personel bersiaga penuh dan siap bertempur sampai titik darah penghabisan. Selama perjalanan cuaca sempat memburuk, tetapi armada tetap bergerak ke depan dengan harapan bisa  mencapai target operasi dan bertempur. Dalam tradisi militer Jepang , bila telah memutuskan untuk menyerang, pantang untuk berbalik mundur.

Sementara itu, di pihak Amerika, radio intelijen Amerika mengalami kepanikan dengan adanya perubahan call sign bagi kapal-kapal Angkatan Laut Jepang sejak 2 Desember. Posisi kapal-kapal Angakata Laut Jepang setelah itu tidak dapat dipantau lagi.

Minggu pagi 7 Desember, 360 pesawat terbang yang terdiri atas pesawat pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbour ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu, pemboman Jepang tersebut menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun, tiga kapal induk Amerika selamat, karena saat itu tidak berada di Pearl Harbour.

Menjelang jam sepuluh pagi, Jepang mengakhiri serangannya di Pearl Harbour. Setelah itu, pesawat Jepang masih sempat menyerang Stasiun Udara Angkatan Laut di Teluk Kaneohe, barak Angkatan Darat di Schofield, dan pangkalan udara Wheeler dan Hickam. Armada Laksamana Madya Nagumo benar-benar membuat Pearl Harbour bertekuk lutut dan kembali ke Jepang dengan kejayaan.

Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-umber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.

Enam bulan setelah penyerangan ke Pearl Harbour, perang antara Jepang dan Amerika kembali meletus di Atol Midway. Pertempuran ini dikenal dengan nama pertempuran Midway.

Naas, dalam pertempuran ini tanpa sepengetahuan Yamamoto, Amerika Serikat telah memecah sandi Angkatan Laut Jepang  yang disebut JN-25. Penekanan Yamamoto pada formasi kapal yang saling terpencar juga berarti di antar formasi kapal tidak dapat saling membantu. Meskipun kapal induk diharapkan menjadi tulang punggung serangan dan harus mampu menahan serangan balasan Amerika, kapal-kapal perang yang jauh lebih besar dari kapal-kapal perusak yang melindungi Armada Nagumo hanyalah dua kapal tempur dan tiga kapal penjelajah.

Sebenarnya armada Yamamoto dan Kondo masih memiliki dua kapal induk ringan, lima kapal tempur, dan enam kapal penjelajah, tetapi tidak ada satupun di antaranya yang dikirim ke Midway. Jauhnya jarak antara kapal-kapal pengawal dan kapal induk juga berdampak serius terhadap pertempuran. Kapal-kapal perang berukuran besar dalam armada Yamamoto dan Kondo membawa pesawat pengintai yang tidak bisa dipakai oleh Nagumo.

Sebelum serangan dimulai, Jepang sudah mematikan semua komunikasinya. Akan tetapi, sandi-sandi Jepang yang sudah bocor terebih dahulu membawa Amerika Serikat ke dalam pertempuran yang tepat. Amerika telah mengetahui di mana, kapan, dan jumlah kekuatan pihak Jepang.

Empat kapal induk Yamamoto melawan tiga kapal Induk Amerika Serikat di tambah pangkalan udara di Midway. Kekuatan udara kapal induk Amerika Serikat jauh lebih besar dibandingkan kekuatan Jepang. Sebaliknya, Jepang tetap tidak tahu susunan kekuatan lawan yang sebenarnya, bahkan setelah pertempuran dimulai.

Pertempuran di Midway merupakan kemenangan telak pertama pihak sekutu melawan Jepang yang sebelumnya tidak terkalahkan. Pertempuran di Midway membuka jalan bagi kampanye militer berikutnya di sekitar Kepulauan Solomon dan Guadalkanal yang lagi-lagi dimenangkan pihak sekutu.

Pada 11 Oktober 1942, berlangsung pertempuran Tanjung Esperance di lepas pantai barat laut Guadalkanal. Dalam pertempuran, kapal Angkatan Laut Amerika Serikat berhasil mencegat dan mengalahkan formasi kapal-kapal Jepang yang sedang berlayar membawa tambahan pasukan dan material ke Guadalkanal. Dalam pertempuran laut Guadalkanal yang berlangsung bulan berikutnya, armada Angkatan Laut Sekutu berhasil mengalahkan armada Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.

Setelah enam bulan bertempur di Guadalkanal dan sekitarnya ditambah perjuangan melawan penyakit di hutan, kedua belah pihak menderita kerugian besar. Pasukan sekutu akhirnya berhasil mengusir tentara Jepang yang terakhir dari Guadalkanal pada 15 Januari 1943. Pihak Amerika Serikat menyatakan Guadalkanal dalam keadaan aman pada 9 Februari 1943.

Untuk menaikkan moral pasukan setelah kekalahan di Guadalkanal, Yamamoto berinisiatif melakukan kunjungan ke pos-pos pertahanan Jepang di Pasifik Selatan. Namun, sialnya, Yamamoto tewas dalam sebuah penyergapan oleh pesawat-pesawat Amerika.

Pada 14 april 1943, intelijen Angkatan Laut Amerika berhasil menangkap dan memecahkan pesan rahasia Jepang berisi jadwal kunjungan Yamamoto lengkap dengan waktu, tanggal, lokasi, dan pesawat yang mengangkut ataupun yang mengawalnya. Atas perintah dari Presiden Amerika, Franklin D. Roosevelt, sebuah gugus tugas dibentuk untuk melakukan pengintaian dan penyergapan terhadap Yamamoto. Pada 19 April 1943, pesawat Yamamoto berhasil di tembak jatuh.

Jenazah Yamamoto ditemukan sehari kemudian oleh tim penyelamat Jepang. Jenazah kemudian dikremasi di Buin dan abunya dikirim ke Jepang menggunakan kapal perang Musashi, sebuah kapal jenis battleship. Yamamoto mendapat upacara pemakaman resmi pada 5 juni 1943. Sebagian abunya dimakamkan di pemakaman umum Tama di Tokyo dan sisanya ditanah leluhurnya di pemakaman kuil Chuko-ji di Nagaoka City.

Terima kasih telah membaca.Berkomentarlah dengan sopan dan tidak menyertakan unsur sara,iklan,politik dan lainnya!



》Catatan《
Seluruh artikel sejarah dan biografi yang ada pada situs ini kami himpun dari berbagai sumber. Sedapat mungkin informasi yang disampaikan akurat dan benar, Kami mohon maaf jika informasi yang disampaikan masih terdapat kekeliruan atau kesalahan, Mohon untuk menghubungi kami melalui kotak komentar yang tersedia.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sejarah Tank dan Perkembangannya

Biografi Leonard Kleinrock,Penemu Internet