Pengeboman Nagasaki

    Postingan kali adalah lanjutan dari
  postingan sebelumnya Pengeboman    Hiroshima

(Bockscar bersama awak kapalnya yang menjatuhkan bom atom di Nagasaki)

Kota Nagasaki merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Jepang selatan dan menjadi kota penting semasa perang karena memiliki banyak aktivitas industri, termasuk produksi artileri, kapal, perlengkapan militer, dan material perang lainnya. Keempat perusahaan ini mempekerjakan sekitar 90% tenaga kerja di Nagasaki dan mencakup 90% industri di kota ini.

Berbeda dengan Hiroshima, hampir semua bangunan di Nagasaki bergaya Jepang lama, terbuat dari kayu atau berkerangka kayu dengan dinding kayu, dan beratapkan tanah liat. Banyak industri dan usaha kecil didirikan di bangunan kayu atau material lain yang tidak mampu menahan ledakan. Nagasaki dibiarkan berkembang tanpa penataan kota yang layak; permukiman didirikan di dekat pabrik dan permukiman lainnya sepadat mungkin di seluruh lembah industri Nagasaki. Pada hari pengeboman, sekitar 263.000 orang sedang berada di Nagasaki, termasuk 240.000 penduduk Jepang, 10.000 penduduk Korea, 2.500 pekerja Korea, 9.000 tentara Jepang, 600 pekerja Cina, dan 400 tahanan perang Sekutu di perkemahan di sebelah utara Nagasaki

Pada pukul 03:49 tanggal 9 Agustus 1945, Bockscar, diterbangkan oleh awak Sweeney, mengangkut Fat Man ke target utama (Kokura) dan target kedua (Nagasaki). Rencana misi serangan kedua hampir sama seperti misi Hiroshima: dua pesawat B-29 terbang satu jam sebelumnya untuk memantau cuaca dan dua B-29 terbang mengawal Sweeney untuk instrumentasi dan perekaman foto misi. Sweeney lepas landas membawa bom yang sudah diaktifkan dengan pengaman listrik
( Surat perintah pengeboman Nagasaki)

Semasa inspeksi pra-penerbangan Bockscar, teknisi penerbangan memberitahu Sweeney bahwa pompa bahan bakar yang tidak aktif membuat Bockscar tidak mungkin mengangkut 640 US gallon (2,400Liter) bahan bakar di dalam tangki cadangan. Bahan bakar tersebut masih harus dibawa ke Jepang dan dikembalikan sehingga memakan bahan bakar lebih banyak. Mengganti pompa membutuhkan waktu berjam-jam; memindahkan Fat Man ke pesawat lain juga membutuhkan waktu yang lama dan berbahaya karena bomnya aktif. Tibbets dan Sweeney memutuskan untuk melanjutkan misi dengan pesawat Bockscar.

Kali ini, Penney dan Cheshire diizinkan mengawal misi ini sebagai pemantau di pesawat ketiga, Big Stink, yang diterbangkan oleh perwira operasi kelompok, Mayor James I. Hopkins, Jr. Pemantau di pesawat cuaca melaporkan bahwa cuaca di kedua kota target cerah. Saat pesawat Sweeney tiba di titik kumpul untuk persiapan terbang ke pesisir Jepang, Big Stink tidak ada. Menurut Cheshire, Hopkins berada terbang 9,000 feet (2,700 m) lebih tinggi daripada ketinggian seharusnya dan tidak terbang berputar di atas Yakushima seperti yang sudah disepakati bersama Sweeney dan Kapten Frederick C. Bock Bock menerbangkan pesawat pendukung B-29 The Great Artiste. Hopkins malah terbang dengan pola melengkung sejauh 40-mile (64 km).Meski diperintahkan untuk tidak terbang memutar lebih dari lima belas menit, Sweeney terus menunggu Big Stink atas usulan Ashworth, operator senjata pesawat yang memimpin misi ini.
(Awan panas dari bom)

Setelah melewati batas waktu keberangkatan selama setengah jam, Bockscar, ditemani The Great Artiste, melanjutkan penerbangan ke Kokura dengan waktu tempuh tiga puluh menit. Penundaan di titik kumpul mengakibatkan terbentuknya awan di Kokura disertai asap bekas serangan pengeboman bakar oleh 224 B-29 di Yahata sehari sebelumnya. Selain itu, Pabrik Baja Yawata sengaja membakar tar batu bara agar menghasilkan asap hitam. Awan dan asap menutupi 70% wilayah Kokura dan mengaburkan titik acuan bom. Tiga penerbangan pengeboman dilaksanakan selama 50 menit selanjutnya, membuang bahan bakar, dan memicu penyerangan armada pesawat oleh pasukan pertahanan Yawata, namun pesawat pengebom tidak dapat melihat target penjatuhan bom. Pada penerbangan pengeboman ketiga, tembakan senjata antipesawat Jepang semakin dekat, dan Letnan Kedua Jacob Beser yang saat itu sedang mengawasi komunikasi Jepang melaporkan adanya aktivitas lewat pita radio pesawat tempur Jepang.

Seusai melakukan tiga penerbangan pengeboman di atas kota dengan bahan bakar rendah akibat kegagalan pompa, mereka terbang ke target kedua, Nagasaki. Perhitungan konsumsi bahan bakar di tengah perjalanan menunjukkan bahwa Bockscar tidak akan mampu mencapai Iwo Jima dan harus terbang ke Okinawa. Awalnya mereka memutuskan bahwa apabila Nagasaki tidak terlihat saat mereka tiba, awak pesawat akan menerbangkan bomnya ke Okinawa dan menjatuhkannya di laut bila perlu. Ashworth kemudian memutuskan untuk mengambil pendekatan radar apabila target tidak terlihat.

Sekitar pukul 07:50 waktu Jepang, sirene serangan udara dinyalakan di Nagasaki. Sirene kondusif dinyalakan pukul 08:30. Ketika hanya dua B-29 Superfortress terlihat pukul 10:53, Jepang berasumsi bahwa kedua pesawat tersebut sedang dalam misi pengintaian dan tidak menyalakan sirene lagi.

Beberapa menit kemudian pada pukul 11:00, The Great Artiste menjatuhkan instrumen yang dilengkapi tiga parasut. Instrumen-instrumen ini berisi surat tak bertanda tangan kepada Profesor Ryokichi Sagane, fisikawan Universitas Tokyo yang belajar bersama tiga ilmuwan pencipta bom atom di Universitas California, Berkeley. Surat tersebut berisi permohonan kepada Sagane untuk memperingatkan masyarakat tentang bahaya senjata pemusnah massal. Pesan tersebut ditemukan oleh militer, tetapi baru diserahkan kepada Sagane satu bulan kemudian.[187] Pada tahun 1949, salah satu penulis surat tersebut, Luis Alvarez, bertemu Sagane dan menandatanganinya.[188]

Pukul 11:01, jeda di antara awan di langit Nagasaki memungkinkan perwira pengebom Bockscar, Kapten Kermit Beahan, melihat target bom sesuai rencana. Bom Fat Man yang mengandung inti plutonium berbobot 6.4 kg (14 lb) dijatuhkan di lembah industri Nagasaki. Bom meledak 47 detik kemudian di ketinggian 1,650 ± 33 ft (503 ± 10 m) di atas lapangan tenis,[189] separuh jalan antara Pabrik Baja dan Senjata Mitsubishi di selatan dan Arsenal Nagasaki di utara. Ledakan terjadi hampir 3 km (1.9 mi) di sebelah barat laut target awal. Ledakan tersebut dibatasi oleh Lembah Urakami, dan sebagian besar kota dilindungi oleh lembah di sekitarnya. Ledakan bom setara dengan 21 ± 2 kt (87.9 ± 8.4 TJ)dan menghasilkan panas bersuhu 3,900 °C (7,050 °F) serta angin kencang berkecepatan 1,005 km/h (624 mph).

Big Stink melihat ledakan dari jarak seratus mil dan terbang ke arah Nagasaki untuk melihat lebih dekat. Karena penundaan misi dan kegagalan pompa bahan bakar, Bockscar tidak memiliki bahan bakar yang cukup untuk mendarat darurat di Iwo Jima, jadi Sweeney dan Bock terbang ke Okinawa. Setibanya di sana, Sweeney terbang memutar selama 20 menit untuk meminta izin pendaratan dari menara pengawas. Ia lalu menyadari bahwa radionya rusak. Dengan bahan bakar kritis, Bockscar berhasil mendarat di Lapangan Terbang Yontan, Okinawa. Dengan bahan bakar untuk sekali upaya pendaratan, Sweeney dan Albury mendaratkan Bockscar dengan kecepatan 150 miles per hour (240 km/h) alih-alih kecepatan normal 120 miles per hour (190 km/h) dan menembakkan suar bahaya untuk memberitahu awak darat mengenai pendaratan mendadak. Saat Bockscar melakukan pendekatan ke landasan, mesin nomor dua mati karena kehabisan bahan bakar. Setelah mendarat keras, pesawat B-29 tersebut oleng ke kiri menuju barisan pesawat pengebom B-24 sebelum pilot berhasil mengendalikannya. Baling-baling terbalik B-29 tidak mampu memperlambat pesawat, dan karena kedua pedal rem sama-sama ditekan, Bockscar berbelok 90 derajat di ujung landasan agar tidak tergelincir keluar landasan. Ketika pesawat berhenti, mesin kedua sudah mati akibat kekosongan bahan bakar. Teknisi penerbangan lalu mengukur bahan bakar di tangki dan menunjukkan bahwa bahan bakar yang tersisa cukup untuk terbang kurang dari lima menit.
(Nagasaki sebelum dan seseudah pengeboman)

Setelah misi dilaksanakan, identifikasi pesawat mulai dipertanyakan. Saksi mata pertama, wartawan perang William L. Laurence dari New York Times yang ikut menumpang pesawat Bock, melaporkan bahwa Sweeney adalah pemimpin misi di The Great Artiste. Ia juga menulis bahwa nomor "Victor"-nya adalah 77, nomornya Bockscar, dan sejumlah personel berkomentar bahwa 77 adalah nomor baju pemain rugbi Red Grange. Laurence telah duluan mewawancarai Sweeney dan awaknya dan tahu bahwa mereka menyebut pesawatnya The Great Artiste. Kecuali Enola Gay, tak satupun B-29 milik 393d yang namanya dicat di hidung pesawat informasi ini ditulis dalam kesaksian Laurence. Tak menyadari perubahan pesawat, Laurence menduga Victor 77 adalah The Great Artiste, padahal sebenarnya Victor 89.

Terima kasih telah membaca.Berkomentarlah dengan sopan dan tidak menyertakan unsur sara,iklan,politik dan lainnya!



》Catatan《
Seluruh artikel sejarah dan biografi yang ada pada situs ini kami himpun dari berbagai sumber. Sedapat mungkin informasi yang disampaikan akurat dan benar, Kami mohon maaf jika informasi yang disampaikan masih terdapat kekeliruan atau kesalahan, Mohon untuk menghubungi kami melalui kotak komentar yang tersedia.

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Tank dan Perkembangannya

Biografi Leonard Kleinrock,Penemu Internet

Biografi Isoroku Yamamoto(1884-1943)